JAKARTA KABARNTT.CO—Kasus Covid-19 di Indonesia menembus angka 1 juta, tepatnya 1.012.350 per 26 Januari 2021. Kasus aktif bertambah 13.094. Trend pertumbuhan kasus aktif harian di angka 10 ribuan dengan positivity rate dikisaran angka 30%.
Kondisi ini semakin mengokohkan posisi Indonesia sebagai negara dengan penanganan Covid-19 yang perlu perhatian lebih serius. Dari standar 5 % yang ditetapkan oleh WHO untuk positivity rate, sepertinya kita semakin menjauhi parameter tersebut.
Telah terjadi penyimpangan yang serius dalam mengelola pandemik Covid-19 yang semakin mengarah pada katastropik pandemik Covid-19. Kondisi ini akan terus menelan korban, melumpuhkan layanan di rumah sakit, melelahkan seluruh petugas kesehatan, semakin terasa meresahkan kehidupan masyarakat, erita duka, kehilangan orang-orang terdekat semakin menambah kepiluan setiap keluarga.
Dari trend peningkatan kasus konfirmasi Covid-19 itu, sebagaimana dikutip dari kumparan.com, Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) menyampaikan lima rekomendasi yang perlu dilakukan peninjauan serius di antaranya.
- Penguatan Kebijakan
Penguatan kebijakan yang perlu dikonfigurasi ulang adalah mengendalikan Covid-19 dari hulu jauh lebih mudah, murah dan efektif dibanding mengelola Covid-19 dari hilirnya. Kebijakan yang perlu diperkuat adalah kemampuan surveilans untuk melakukan tracing. Kondisi sekarang kapasitas tracing hanya sekitar 3 orang kontak erat per satu kasus terkonfirmasi, hal ini jauh dari standar sekitar 30 orang per kasus terkonfirmasi.
Langkah selanjutnya, setelah di tracing adalah laksanakan isolasi atau treatment yang adekuat bagi yang terkonfirmasi. Selain itu memastikan semua yang ditracing dan menunggu hasil testingnya, supaya segera melakukan isolasi.
Penguatan kebijakan yang lain adalah mengurangi atau menghilangkan program isolasi mandiri di rumah. Proporsi isolasi mandiri yang semakin meningkat berdampak pada pembentukan kluster keluarga yang semakin bertambah. Hal ini pula yang memperkuat transmisi lokal dan sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan peninjauan kebijakan mengenai isolasi mandiri yang tanpa monitoring dan evaluasi yang ketat.
Penguatan kebijakan yang tak kalah pentingnya adalah penguatan kapasitas puskesmas. Puskesmas itu pusat kesehatan masyarakat, bukan pusat pengobatan masyarakat. Artinya puskesmas itu memang dirancang untuk mencegah penyakit. Puskesmas dirancang untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, mencegah lebih baik daripada mengobati. Kesimpulan dari kajian Kementerian PPN/Bappenas, menyimpulkan bahwa puskesmas adalah “unit pelayanan kesehatan” paling strategis dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Namun pada masa pandemi ini, ironisnya puskesmas kurang mempunyai peran optimal. Sebagaimana hasil kajian yang dilakukan oleh CISDI yang dapat diunduh di link http://bit.ly/HealthOutlook2021
- Partisipasi Warga
Pandemik Covid-19 dapat dituntaskan dengan lebih cepat apabila melibatkan partisipasi warga sejak awal. Karena kunci utama perubahan norma yang menunjang pemutusan mata rantai penularan covid-19 ada di tangan warga masyarakat. Membangun partisipasi publik perlu terus didorong dengan penguatan literasi Covid-19.
Memperkuat akses warga terhadap informasi yang benar, akan mendorong keputusan warga untuk ikut secara aktif dalam pemutusan mata rantai penularan.
Kunci pada partisipasi warga adalah penguatan nilai gotong royong untuk bersama sama mengambil peran sesuai potensi dan kemampuan masing masing, sehingga tidak ada orang yang tertinggal dalam pengendalian pandemik ini.
- Keterlibatan Tokoh Kunci (Sentral)
Salah satu spektrum dalam the spectrum of prevention adalah mendidik penyedia layanan (educating providers). Sejatinya penyedia layanan tidak terbatas pada penyedia layanan kesehatan, namun termasuk guru, pemuka agama dan pejabat publik (baik di pemerintahan, swasta, pengusaha/pimpinan perusahaan).
Mereka adalah kelompok kunci atau tokoh sentral dalam menyampaikan informasi. Untuk itu pendekatan kepada mereka dengan memberikan pendidikan dan informasi Covid-19 adalah sangat penting. Karena justru merekalah yang dapat berbagi informasi atau mempengaruhi orang lain.
Tokoh sentral sebagai penyedia layanan adalah sumber terpercaya dari informasi yang berhubungan dengan masyarakat, mereka dapat menjadi kelompok kunci dalam strategi pencegahan.
Pentingnya tokoh sentral yang secara terus menerus menyuarakan upaya protokol kesehatan dengan bahasa yang sederhana, mudah dicerna oleh masyarakat awam. Perlu pelibatan tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh bangsa, ilmuwan, organisasi profesi serta simpul simpul organisasi massa lainnya
- Pelembagaan Protokol Kesehatan
Program pelembagaan protokol kesehatan adalah kunci penting untuk keluar dari pandemik ini. Program ini berorientasi pada penciptaan supporting environment. Semua lembaga pemerintah dan sektor swasta berkewajiban untuk membangun kultur baru yang pro sehat terkhusus upaya penerapan protokol kesehatan di tempat kerja masing-masing.
Contoh pembentukan Satgas Covid-19 di setiap institusi, pemasangan tanda/markah protokol kesehatan, hingga kegiatan diskusi dan webinar kesehatan termasuk Covid-19 untuk membuka wawasan staf dan karyawan tentang ancanan pandemik ini.
- Mengurai Stigma
Penghambat utama program pengendalian Covid-19 adalah tingginya stigma di masyarakat. Sebagian warga malu dengan statusnya sebagai pasien Covid-19. Sehingga tidak mengunjungi layanan untuk testing ataupun menutup diri untuk tracing.
Dampaknya tentu ledakan kasus yang tidak terbendung akan terus muncul. Mengurai stigma perlu dituntaskan dengan berbagai pendekatan di antaranya testimoni penyintas, penguatan komunikasi berisiko. Perluasan akses informasi yang benar kepada masyarakat.
Dengan merekonstruksi program yang sudah ada tersebut, diharapkan pandemik Covid-19 dapat segera dikendalikan dengan lebih seksama, lebih cepat dan lebih efisien. Dan tentunya, katastropik pandemik Covid-19 dapat lebih terkontrol
Pengurus Pusat Persakmi
Ketua Umum
Prof. Dr Ridwan Amiruddin, S.KM., M.Kes., M.Sc. P.H
(*/den)