Oleh Pater Kons Beo, SVD
Pekan II Adventus, Minggu, 06 Desember 2020
Bacaan I Yesaya 40:1-5.9-11
Bacaan II 2Petrus 3:8-4
Injil Markus 1:1-8
TAK cuma ada suara yang berseru-seru. Tetapi bahwa suara itu bergelegar di padang gurun. Dan adakah sesuatu yang menarik, yang patut direnungkan dari sebuah wilayah gersang, tandus dan kerontang seperti padang gurun? Bukankah padang gurun adalah kehidupan tanpa kehidupan? Tempat berkerayapan iblis dan segala kuasanya?
Adventus adalah dinamika menyongsong Mesias yang akan datang, yang membawa kepada harapan baru. Namun, orang banyak dari seluruh daerah Yudea dan seluruh penduduk Yerusalem itu mesti kembali kepada suara orang yang berseru-seru di padang gurun (Mrk 1:5):
Kisah-kisah alkitabiah membawa kita memaknai seperti apa ‘padang gurun itu dalam ziarah adventus kita…’
Pertama, padang gurun adalah salah satu bentangan panjang kisah hidup sejarah umat Israel. Sebelum masuk tanah terjanji, setelah hidup dalam perbudakan di Mesir, umat Israel mengembara di padang gurun.
Adventus adalah saat persiapan untuk ‘mengalami perjumpaan’ dan masuk ke dalam aura Perjanjian Baru dalam Yesus, Messias yang dijanjikan.’ Persiapan itu ditandai dengan keberanian hati untuk tinggalkan perbudakan dan kuasa dosa. Karenanya padang gurun adalah panggilan kepada pertobatan. Itulah seruan kenabian yang digemakan suara di padang gurun.
Kedua, telah kita yakini sungguh nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan di sebuah tempat gersang dan sunyi itu seperti padang gurun. Adakah sesuatu yang dapat diharapkan dari tempat penuh kemustahilan itu?
Tetapi adventus adalah seruan pulang kembali ke padang gurun. Untuk mengalami kembali ALLAH sebagai satu-satunya harapan yang benar dan pasti. Bukankah, misalnya, kisah jeritan pilu Hagar demi anaknya Ismael di padang gersang datangkan pengharapan dari Yahwe kepadanya (Kej 20:14-19)?
Dalam ziarah hidup ini ada sekian banyak harapan dan jaminan yang telah kita capai dan kita andalkan. Terapi nyanyian padang gurun ingatkan kita untuk terus mencari harapan dan terang sejati dalam Tuhan.
Ketiga, padang gurun adalah momentum ujian kehidupan. Allah, Guru Maha Agung, menguji hati dan iman orang Israel. Ada pertarungan sengit antara: keyakinan dan keragu-raguan, sukacita dan keluhan-keluhan, kesetiaan dan pengkhianatan. Dan sekian banyak pertarungan antara godaan dan nilai-nilai hidup.
Alamilah adventus ini sebagai kisah ujian kehidupan. Kita buktikan, misalnya, kesederhanaan gaya hidup tetap selalu unggul dari kecenderungan tampilan hidup serba wah! Bahwa tenang, sabar, setia, penuh harapan, mesti selalu unggul pula dari kekacauan, kepanikan, pengkhianatan, penuh putus asa dalam ziarah hidup ini.
Bukankah hidup yang ceriah bersinar lahir dari kisah-kisah melewati ujian-ujian kehidupan yang menantang?
Keempat, situasi padang gurun adalah satu ujian berat bagi Israel untuk kembali ke masa lalu. Pulang ke Mesir ‘mengalami daging penuh kuali’ bagi Israel adalah ‘kehidupan’. Ketimbang alami kematian konyol di padang gersang (Kel Kel 16:2-3). Sikap hati Israel yang menyimpang ini mesti diluruskan oleh Tuhan sendiri.
Adventus adalah sikap batin selalu merentangkan tangan ke depan. Itulah sikap batin untuk menyongsong saat-saat yang baru dalam Tuhan. Adventus adalah forma dan isi kerinduan yang menggumpal akan Sang Juruselamat. Karenanya, segala yang lama dan usang mesti dilepaskan dan ditinggalkan.
Akan tetapi, kerinduan menyongsong Sang Messias yang dilahirkan, tentu mesti dibarengi dengan sikap serius untuk mengabaikan yang lama. Untuk tinggalkan ‘yang sudah-sudah.’
Kelima, sesungguhnya padang gurun itu adalah Jalan Allah sendiri. Andai harus memilih, tentu Israel bakal tak akan pernah memilih jalan pahit kehidupan di tanah gersang! Tanpa harapan. Jalan penuh kesukaran, hambatan dan tantangan. Israel pasti tak akan mau masuk ke dalam satu peziarahan hidup penuh keterbatasan dan yang serba mencekik. Tetapi jalan padang gurun itulah jalan ‘pilihan dan tuntunan Allah sendiri’.
Adventus memang memperlihatkan kepada kita jalan baru. Jalan pilihan dan dalam Allah sendiri. Adventus mengoreksi jalan-jalan kesukaan dan pilihan kita sendiri. Jalan yang tak berujung pasti. Tanpa harapan.
Yohanes Pembaptis serukan bahwa jalan Allah itu mesti dilewati melalui: pertobatan dan pembaptisan. Dan berkah dari itu adalah pengampunan dosa. Israel kembali menjadi anak-anak kepunyaaan Allah. Karena mereka melewati jalan pilihan dan ketetapan Allah sendiri.
Marilah kita lewati jalan Allah, jalan pemurnian, jalan penuh harapan dalam sekian banyak cobaan, jalan penuh tanya menuju kepastian, jalan penuh ujian yang membangun kesetiaan.
Dengan lapang dada dan jiwa besar penuh pasrah iman, marilah kita turun untuk mengalami suara dan jalan padang gurun. Demi menyambut DIA yang segera datang.
Tanpa boleh pernah boleh berlantun: perjalanan ini terasa sangat menyedihkan.
Karena, “Sesuai dengan janji Allah, kita menantikan langit dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran” (2Ptr 3:13).
Maranatha! Datanglah, Sang Juruselamat.
Verbo Dei Amoren Spiranti.
Selamat Hari Minggu.
Tuhan memberkati.