LABUAN BAJO KABARNTR.CO–Menyambut Hari Anak Nasional, jejaring “Debora” sebagai sebuah jaringan peduli perempuan dan anak Nusa Tenggara Timur (NTT), menyelenggaran webinar nasional bersama Ikatan Alumni Syuradikara Nusantara.
Seminar secara online bertemakan Perlindungan Anak di NTT, Anak NTT Terlindungi, NTT Maju itu dilaksanakan, Sabtu (17/7/2020) pagi.
“Ditengarai dari pemberitaan yang tercatat bahwa praktek prostitusi sudah menjadi semakin marak di Ende, Sumba, Kupang, yang mewakili tiga pulau besar NTT,” pernyataan sikap Debora terkait prostitusi di NTT.
Bertepatan dengan momentum Hari Anak Nasional 2020, yang bertemakan: ”Anak terlindungi, Indonesia maju!” Jejaring Debora berpikir agar kesadaran ini perlu dibangun secara lebih strategis, dengan memfasilitasi pertemuan antara pengambil keputusan utama di NTT dengan para pegiat perlindungan anak dan anggota masyarakat yang peduli.
Webinar diikuti Wakil Gubernur NTT, Drs. Josef Nae Soi, M.M, Ketua DPRD NTT, Ir. Emilia J. Nomleni, Rektor Universitas Katolik St. Paulus Ruteng, Dr. Yohanes S.Lon, M.A, Anny Djou sebagai moderator, dengan host Marsel Ado Wawo dan IAS ( Ikatan Alumni Syuradikara) Ende.
“Webinar ini merupakan sebuah gerakan bersama untuk melanjutkan upaya perlindungan anak dan perempuan di NTT. Juga menunjukkan bahwa pemerintah bukan agen tunggal dalam upaya perlindungan terhadap anak dan perempuan,” ungkap moderator, Anny Djou.
Ia berharap ada kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah, legislatif, lembaga sosial masyarakat, akademisi, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat serta komponen lainnya sepakat untuk berkolaborasi, duduk bersama dan merumuskan solusi kongkrit bersama dalam perlindungan anak.
“Sehingga poin rekomendasinya antara lain agar Wakil Gubernur NTT dan Ketua DPRD membantu memfasilitasi semua pimpinan daerah se NTT segera membuat kesepakatan bersama dalam upaya penanganan perlindungan anak dan perempuan,” jelasnya lebih lanjut.
Mencapai hal tersebut, jelasnya, harus melalui komitmen terhadap penanganan stunting, kekerasan terhadap anak, pemenuhan hak anak, kesehatan dasar anak dan perempuan, juga disabilitas. Serta pemenuhan anggaran dalam upaya perlindungan anak dan perempuan.
“Segera mendorong percepatan program provinsi layak anak. Adanya kabupaten/kota layak anak, sehingga kerja perlindungan anak dapat dilakukan secara sistematis, masif dan terstruktur hingga ke tingkat desa/kelurahan khususnya di 6 kota,” terangnya.
Ia menjelaskan, saat ini telah ada komitmen untuk mengembangkan kota layak anak. Maka perlu segera meningkatkan keterlibatan dan peran serta keluarga, masyarakat, lembaga adat, lembaga agama, organisasi orang muda, sebagai kekuatan dalam upaya perlindungan anak dan perempuan melalui penguatan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat).
“Perlu dilakukan pendidikan yang lebih serius dengan metode yang efektif dalam meningkatkan peran serta masyarakat dan komunitas sosial. Terutama untuk melakukan pengawasan, pelaporan serta penanganan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan,” tutupnya. (obe)