JAKARTA KABARNTT.CO-Sejumlah warga korban bencana erupsi Gunung Lewotolok, Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, wilayah utara Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Senin (30/11 2020), mulai menerima bantuan dari anggota grup WhatsApp Ata Lembata (WAG AL), wadah komunikasi dan diskusi warga asal Lembata seluruh dunia.
“Saya dan rekan Dion Wutun, anggota Grup WA Ata Lembata, mulai Senin (30/11/2020) siang langsung mendistribusikan bantuan rekan-rekan donatur anggota grup kepada para korban di sejumlah lokasi penampungan. Untuk tahap awal kami menyerahkan beras, super mi, minyak goreng, gula pasir, dan beberapa bahan kebutuhan pokok lainnya,” kata Pastor Yeremias Rongan Rianghepat, Pr, imam Katolik dari Dekenet Lembata, Keuskupan Larantuka yang juga anggota Grup Ata Lembata di Lewoleba, Ibukota Kabupaten Lembata.
Demikian keterangan tertulis yang diterima dari Saverrapall Sakeng Korvandus, anggota WA Group Ata Lembata di Lewoleba, Senin (30/11/2020) siang.
Pasca bencana erupsi Gunung Lewotolok, Minggu (29/11 2020) pagi, warga grup saling berkomunikasi satu sama lain untuk ikut membantu meringankan ribuan korban yang dievakuasi dari lereng gunung.
Dua admin Grup WhatsApp Ata Lembata: Justin Wejak dan Ansel Deri, memohon kesediaan Pastor Yermien Pr menggunakan nomor rekening bank miliknya untuk menerima donasi anggota grup untuk membeli kebutuhan-kebutuhan korban yang sangat mendesak seperti makanan, minuman, masker, dan obat-obatan.
“Sekecil apa pun bantuannya untuk ibu, bapa, dan saudara serta saudari sekalian korban bencana Ile Lewotolok tentu akan sangat membantu meringankan beban yang mereka pikul. Jadi bukan soal nominal yang didonasi rekan-rekan melalui Romo Yermin, tetapi berangkat dari niat tulus kita semua mengurangi beban ribu ratu (warga) yang tertimpa bencana letusan Ile Lewotolok di kampung halaman,” kata Jou Hasyim Waimaing, praktisi hukum dan anggota grup kelahiran Lewotolok, Ile Ape.
Menurut Romo Yermin, pasca bencana erupsi Gunung Lewotolok, Minggu (29/112020) pagi, ribuan korban mengungsi di sejumlah posko di luar Ile Ape dan Ile Ape Timur. Misalnya kantor bupati lama, Aula Koperasi Ankara, Kantor Kelurahan Lewoleba Tengah, Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di Lewoleba, Kecamatan Nubatukan serta Desa Tapolangu dan Baopana, Parek Walang, Kecamatan Lebatukan, dan sejumlah rumah penduduk di Lewoleba.
“Jumlah pengungsi di setiap posko bervariasi. Langkah awal grup menyasar sejumlah penampungan penduduk untuk menyerahkan langsung bantuan darurat dari warga grup sehingga meringankan kesulitan yang dialami para korban. Selanjutnya kita akan bergerak ke posko pengungsi lain sambil menunggu donasi dari anggota grup,” kata imam asal Adonara, Kabupaten Flores Timur, yang lama bertugas di Paroki Santa Maria Bintang Laut Waipukang, Ile Ape ini.
Abubakar J Lamatapo, SH, warga grup lainnya menambahkan, musibah erupsi Gunung Lewotolok di tengah wabah Covid-19 adalah musibah yang memilukan warga Ile Ape dan Ile Ape Timur. Ibarat sudah jatuh ditimpah tangga pula. Musibah yang memicu gelombang pengungsi dari dua kecamatan di wilayah utara Lembata ke Lewoleba dan sekitarnya berpotensi memicu klaster baru wabah Covid-19.
“Tentunya penanganan musibah erupsi Ile Lewotolok sangat menyita energi semua pihak, terutama Pemerintah Kabupaten Lembata sebagai pemangku kepentingan lokal. Oleh karena itu kita harapkan agar penanganan dilakukan dengan baik. Semua pihak juga boleh mengambil bagian secara ikhlas. Solidaritas lokal kita semua sebagai anak lewotana diuji. Saya juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah dan sedang mengambil bagian dalam musibah yang menimpa warga korban erupsi Ile Lewotolok,” kata Lamatapo, warga grup asal Ile Ape.
Ata Lembata berdiri sejak 2 September 2019. Grup ini digagas admin grup sebagai wadah diskusi daring antarsesama warga asal Lembata seluruh dunia. Fokus diskusi adalah isu-isu mutakhir Lembata seperti korupsi, infrastruktur, kekerasan, pendidikan dan kesehatan. Grup ini semacam moting, tempat nongkrong ala Lembata untuk bertukar pikiran dan berdiskusi soal Lembata.
“Oktober 2020, kita menerbitkan buku Membangun Tanpa Sekat. Buku berisi refleksi masing-masing penulis terkait sejumlah isu selama 20 tahun Lembata menjadi daerah otonom. Kami terbitkan bersamaan dengan HUT ke-21 Otonomi Lembata tahun 2020,” kata Justin Wejak, admin grup dan dosen Etnografi Indonesia di The University of Melbourne, Victoria, Australia, kelahiran Baolangu, Kecamatan Nubatukan.
Sementara itu, Ansel Deri menambahkan, bencana erupsi Gunung Lewotolok menguras dasar jiwa seluruh anggota grup untuk ambil bagian bersama pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Lembata, dan berbagai elemen warga masyarakat Indonesia bersama warga masyarakat di kampung halaman membantu mengatasi kesulitan yang menimpa warga Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur korban erupsi Ile Lewotolok. (ans