RUTENG, KABAR NTT.CO-–Sebanyak 92 warga Desa Goloworok, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan mantan Kepala Desa (Kades) Goloworok, Fransiskus Darius Syukur, terkait dugaan korupsi.
Ansi, sapaan Fransiskus Darius Syukur, diduga melakukan korupsi dana desa Rp 1miliar lebih selama periode kepemimpinnya (2014-2019). Warga juga melaporkan Pelaksana Tugas (Plt) Desa Goloworok (Oktober 2019 – sekarang), Sabinus Danggur, terkait penggunaan dana desa tahun anggaran 2020.
“Perkiraan kami bisa lebih dari Rp 1 miliar sejak 2014 sampai 2019. Itu hitungan-hitungan kasar kami. Berapa yang sebenarnya biarkan penegak hukum yang menyelediki,” kata ‘Tua Golo’ (Kepala Kampung) Wela, Philipus Jeharut, saat memberikan laporan di Kejaksaan Negeri, Ruteng, Kamis (9/7/2020).
Jeharut menjelaskan, laporan yang diberikan diserta bukti-bukti dan foto-foto proyek yang dikerjakan Ansi selama menjabat. Tembusan laporan dikirim juga ke Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa dan Transmigrasi, Jaksa Agung dan Kepala Kejaksaan Tinggi di Kupang.
Jeharut mengatakan, semua petinggi ini ditembuskan laporan agar bisa mengetahui bagaimana pejabat paling bawah di republik ini melakukan penyelewengan dana desa.
Jeharut mengungkapkan, banyak proyek yang dilaporkan dalam laporan keuangan akhir tahun tetapi tidak sesuai dengan fisik di lapangan. Bahkan ada proyek yang tidak ada pembangunan fisiknya. Berbagai kegiatan administrasi perkantoran juga fisiknya tidak tampak, sementara pada laporan penggunaan ada item-item barang yang dibeli.
“Kami mencurigai ada manipulasi laporan keuangan tiap akhir tahun yang dilakukan Saudara Ansi. Kami mohon penegak hukum untuk memeriksa secara lengkap. Negara ini bisa hancur kalau dana desa hanya memperkaya pejabatnya,” ujar Jeharut.
Menurut Jeharut, setiap mengerjakan proyek dana desa Ansi tidak pernah membuat papan pengumuman mengenai berapa nilai proyek, berapa volume proyek dan siapa yang mengerjakan. Masyarakat juga tidak pernah tahu mengenai Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek karena ditutupi oleh Ansi.
Ansi juga jarang melaksanakan Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbang Desa) dan tidak melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk merencanakan pembangunan desa. Semua dilakukan sendiri oleh Ansi melalui konsultan proyek yang telah ditunjuk Ansi.
“Dari pengakuan sejumlah anak buahnya, mereka hanya disodorkan kertas untuk tanda tangan persetujuan setelah proyek disusun oleh Ansi. Ini kan praktik tidak benar,” tutur Jeharut.
Ia menyebut salah satu proyek mangkrak dan janggal yang dilakukan Ansi adalah pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di halaman ‘Mbaru Gendang’ (Rumah Adat) Kampung Wela.
Pembangunan itu masih dikelola dan di bawah pengawasan Ansi tahun 2020. Padahal Ansi sudah selesai masa jabatannya Oktober 2019. Saat ditanya, Ansi mengaku proyek itu masuk dalam Tahun Anggaran 2019. Anehnya, pengerjaan proyek baru dilakukan mulai tanggal 6 Januari 2020. Padahal Tahun Anggaran 2019 sudah selesai.
“Yang menyedihkan, proyek mangkrak hingga saat ini. Padahal anggarannya ada dan sudah lewat. Ini kan sudah terang benderang manipulasi dan korupsi,” ujar Jeharut.
Warga pelapor lainnya, Yohanes Jelahut, menjelaskan alasan Plt. Sabinus Danggur ikut dilaporkan. Dia menduga Binus ikut melindungi Ansi dalam proyek TPT di Kampung Wela.
Hal itu terbukti dia menyetujui dana desa Tahun Anggaran 2020 dipakai untuk meneruskan pembangunan proyek yang ditinggalkan Ansi. Binus juga terlibat dalam mengangkut tanah untuk mengisi atau menutup tembok.
“Ada 10 truk yang sudah angkut sebelum terhenti. Pengakuan tukang yang mengerjakan tembok, memang ada indikasi kerja sama antara Binus dan Ansi. Maka kami laporkan juga Saudara Binus,” jelas Jon, sapaan akrab Yohanes Jelahut.
Dia juga melapor Bnus karena tidak jelas penggunaan dana desa tahun 2020. Anggaran untuk penanganan Covid 19 dari dana desa juga tidak jelas penggunaanya.
“Kami ingin semua diproses. Biar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat,” kata Jelahut. (ady)