LABUAN BAJO KABARNTT.CO–Penerapan sistem booking online era new normal yang diterapkan BTNK (Balai Taman Nasional Komodo) dinilai belum sesuai mekanisme dan format yang jelas. Tak heran pelaku pariwisata mengalami kebingungan di lapangan.
Hal tersebut dengan tegas disampaikan Ketua Insan Pariwisata Indonesia (IPI) Manggarai Barat, Rafael Todolewa, dalam forum diskusi “Pelaku Pariwisata Berbicara” yang digelar di Hotel Flaminggo Labuan Bajo, Kamis (9/7/2020) siang.
“Saat ini kami menolak dengan adanya sistem booking online tersebut,” tegas Rafael.
Untuk diketahui, sejak dibuka kembali fase new normal tanggal 29 Juni lalu, pihak BTNK menerapkan sistem online booking untuk memasuki kawasan Taman Nasional Komodo.
Selain booking online, BTNK juga menerapkan tahapan fase pengunjung, dalam rangka mendukung upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Manggarai Barat.
Namun sistem ini dirasa merugikan pelaku pariwisata di Manggarai Barat. Baik travel agen, tourist information, hotel dan lain-lain. Penerapan boking online ini juga, menurut Rafael, dapat membunuh perekonomian pelaku pariwisata.
“Saya contohkan, tamu saya datang ke Labuan Bajo ada 50 orang, mereka booking selama 3 hari. Begitu kita kontak pihak BTNK, ternyata booking online full. Sementara segmen tamu saya hanya ingin ke Pulau Komodo. Kira-kira, tamu saya tersebut mau dikemanakan,” kata Rafael memberi contoh.
Padahal, jelasnya, bisa saja orang yang booking tersebut tidak jadi datang, tetapi di bookingan tertera nama mereka. Ini sangat merugikan pelaku pariwisata, juga income bagi bagi daerah.
Diakuinya jika ada agen yang nakal, bisa saja mereka melakukan booking online sebanyak mungkin tanpa ada tamu terlebih dahulu.
Cara-cara seperti ini, kata Rafael, tidak menguntungkan pelaku pariwisata, malah membunuh perekonomian.
“Terkait pembatasan jumlah tamu di sistem online yang BTNK dan BOPLBF terapkan, pertanyaannya kira-kira tamu tersebut mereka berikan ke siapa? Agen mana yang mereka perioritaskan? Sementara jumlah kita sangat banyak. Baik travel agent, tour guide, perkapalan, perhotelan dan lain-lain,” kata Rafael.
Booking online, kata Rafael, bisa melahirkan sikap diskriminasi antara pelaku- pelaku pariwisata. “Bagaimana mungkin pihak TNK bisa berlaku adil terhadap semua pelaku pariwisata yang ada di Mabar, sedangkan kondisi tamu terbatas?” katanya.
Menurut Rafael, tamu-tamu sebaiknya dibiarkan datang ke Labuan Bajo. Perjalanan wisatanya kemudian diatur, seperti soal waktu mengunjungi situs secara bertahap dan tetap taat pada protokol kesehatan.
Terkait carrying capacity, menurutnya, harus melalui kajian secara ekonomis. Karena yang diterapkan pihak TNK hanya 5 kapal untuk mengunjungi satu situs. Sementara kapal yang ada di Labuan Bajo 400-an sudah terdaftar dan beroperasi. Sangat janggal juga jika diberlakukan carryng capacity.
“Carryng capacity harus melalui kajian yang mendalam dan komprehensif. Jangan hanya dari sisi ekologi, akan tetapi multidisipliner, sehingga terjadi multi effect terhadap semua pelaku pariwisata, baik aspek sosiologis, psikologis, bisnis dan ekonomis,” harapnya.
Rafael menjelaskan, terkait hal tersebut pihak IPI mengadakan diskusi dengan semua pihak pelaku pariwisata agar dicari solusi terbaik bagi perkembangan pariwisata yang ada di Mabar.
Turut hadir dalam diskusi tersebut Kadis Pariwisata Manggara Barat, Direktur Utama BOPLBF, anggota DPRD Manggarai Barat, pihak BTNK, juga para pelaku pariwisata dari berbagai asosiasi yang ada di Manggarai Barat.
Rafael berharap agar diskusi tersebut dapat membuka wawasan dan cara berpikir para pemangku kebijakan, baik pihak BTNK maupun pemerintah daerah agar bisa merangkul semua pelaku pariwisata yang ada di Mangarai Barat.
“Desain pariwisata yang diterapkan di Manggarai Barat ini merupakan desain lokalitas. pemberlakuan kebijakan juga merupakan aspirasi pelaku pariwisata orang lokal. Dari lokal dan untuk lokal, sehingga pertumbuhan ekonomi lokal berkembang dengan baik dan pesat. Melalui dorongan terhadap UMKM yang ada di Mabar ini agar bisa berdaya saing,” ungkapnya.
Menanggapi komentar Ketua IPI dan usulan para pelaku pariwisata, Kepala BTNK, Lukita Awang Nistyantara, menjelaskan, niat awal pemberlakuan sistem booking online tersebut agar memudahkan pendataan setiap pengunjung.
“Kami hanya berniat untuk memudahkan pendataan. BTNK tidak menjual paket wisata. Kalau ada pegawai BTNK yang menjual paket wisata, laporkan,” tegas Awang.
Awang melanjutkan, terkait sistem booking online era new normal tersebut, pihaknya mengakui sistem tersebut belum sempurna. Oleh karena itu pihaknya juga berharap ada masukan dari semua pelaku pariwisata, sebagai bahan koreksi, hal-hal teknis apa yang harus dilakukan. (obe)