LABUAN BAJO KABARNTT.CO–Ketua Asosiasi Kapal Wisata (Askawi) Kabupaten Manggarai Barat, Ahyar Abadi, menuturkan, sejak Januari hingga Juli 2020, sudah 9 kapal wisata di Labuan Bajo tenggelam dan 1 terbakar.
Adapun penyebab tenggelam dan terbakarnya kapal wisata ini, jelas Ahyar, murni karena faktor kelalaian ABK yang kurang memperhatikan kapal, sehingga banyak air yang masuk.
Hal tersebut ia disampaikan Ahyar usai diskusi forum “Pelaku Pariwisata Berbicara” yang digelar di Hotel Flaminggo Labuan Bajo, Manggarai Barat, Kamis (9/7/2020) siang.
“Karena kelalaian tersebut akhirnya air masuk ke lambung kapal hingga menyebabkan tenggelam,” jelas Ahyar.
Ahyar menjelaskan, kapal wisata yang tenggelam tersebut kebanyakan memiliki fasilitas lengkap, seperti tempat tidur dan fasilitas AC dan kebanyakan diminati wisatawan.
Saat pandemi Covid-19 yang menyebabkan pariwisata di Mabar tutup sementara, hampir semua kapal wisata tidak beroperasi.
“Karena tidak beroperasi, sehingga kebanyakan pemilik kapal memarkir kapal di sekitaran dermaga yang ada Labuan Bajo. Tenggelamnya pun saat parkir ata berlabuh,” ungkap Ahyar.
Menurutnya, kapal wisata tersebut seharusnya perlu dikontrol setiap hari untuk menjaga kemungkinan air laut masuk, juga air hujan. Kalau ada penumpukan air di kapal, bisa menyebabkan kapal tenggelam.
“Tenggelamnya sebuah kapal bisa merugi hingga puluhan sampai ratusan juta rupiah bagi pemilik. Kerugian diperparah saat situasi pandemi Covid-19, penghasilan tidak ada,” jelasnya.
Diakui Ahyar, dampak Covid-19 sangat luar biasa. “Sangat sulit untuk mendapatkan penghasilan hingga bulan Juli ini. Sejak penutupan TNK pada Maret lalu, pemilik kapal tidak bisa berbuat apa-apa,” tutur Ahyar.
Kebanyakan pekerja dan pemilik kapal di Labuan Bajo memilih bekerja sebagai penjual bakso dan sayur untuk bertahan. “Ada juga kawan-kawan yang mancing bukan untuk dijual tapi untuk makan supaya bertahan hidup,” tambahnya.
Ia berharap aktivitas pariwisata kembali normal dan sistem registrasi atau booking online untuk masuk ke destinasi wisata di TNK tidak mempersulit pelaku pariwisata.
“Jadi berjalan saja dulu, pemerintah harus mempersiapkan sumber daya, harus memiliki master plan. Seperti booking online, dia harus berdayakan semua pelaku pariwisata, ketika sudah paham, baru diterapkan,” tutupnya. (obe)